Suku Dani
Kenalan Lebih Dalam dengan Suku Dani, Penghuni Pulau Papua yang Punya Tradisi Potong Jari
Pernah dengar Suku Dani? Yap, salah satu suku di tanah Papua ini memang dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai pewaris kebudayaan Papua. Suku ini diketahui sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan mendiami wilayah Lembah Baliem.
Nah, buat kamu yang masih belum mengenal suku ini, yuk simak penjelasan terkait Suku Dani dibawah ini ya!
Keberadaan Suku Dani
Dalam jurnal Antropologi Indonesia bertajuk “Memahami Sistem Pengetahuan Budaya Masyarakat Pegunungan Tengah, Jayawijaya, Papua dalam Konteks Kebencanaan”, terungkap masyarakat Suku Dani merupakan petani dan mahir menggunakan berbagai jenis perkakas.
Ketika pertama kali terungkap keberadaannya, Suku Dani ternyata sudah mengenal teknologi penggunaan kapak batu serta pisau dari tulang binatang, kayu, dan bambu. Penelitian tersebut juga memuat informasi lain mengenai Lembah Baliem, tempat tinggal Suku Dani.
Lembah Baliem ditemukan pada 23 Juni 1938 oleh Richard Archbold, peneliti asal Amerika Serikat. Dia terbang menggunakan pesawat PBY Catalina 2 yang diberi nama Guba II ketika melakukan ekspedisi penelitian vegetasi. Saat itu pula, Archbold menjalin kontak dengan Suku Dani yang tak terdeteksi dunia luar.
Suku Dani disebut memiliki hubungan persaudaraan dengan suku lain yang menetap di pegunungan, di sebelah barat lembah. Suku tersebut adalah Lani dan Yali, keduanya tinggal di lereng-lereng Pegunungan Jayawijaya bagian tenggara.
Mata Pencaharian Suku Dani
Mengutip Ekspedisi Tanah Papua, kebanyakan masyarakat Pegunungan Tengah Papua hidup dengan bertani secara tradisional. Mereka menanam ipere, sejenis umbi jalar sebagai tanaman utama.
Suku Dani juga menanam umbi-umbian lainnya di ladang. Sebagian lainnya juga menanam sayur-sayuran, seperti sawi, kol, jeruk, dan buah merah. Selain dikonsumsi sendiri, beberapa penduduk juga menjual hasil pertanian ke kota setelah dipanen.
Menurut Lembaga Masyarakat Adat (LAM) Kabupaten Jayawijaya, yang dikutip dari Ekspedisi Tanah Papua, cara hidup ini masih dilakukan oleh sekitar 10.000 anggota 322 suku lain di 39 distrik Jayawijaya.
Agama dan keyakinan Suku Dani
Masyarakat suku Dani diketahui menyebut diri mereka sendiri sebagai nit baliemega yang berarti "kami orang Baliem". Meski demikian, sebagian dari mereka diketahui memeluk agama Kristen Protestan, namun tidak bisa lepas dari adat istiadatnya sebagai penganut kepercayaan roh-roh orang yang sudah meninggal.
Perpaduan dari dua keyakinan tersebut dapat dilihat dari upacara adat yang dilakukan oleh masyarakatnya. Mereka masih secara rutin melakukan ritual-ritual penghormatan terhadap roh leluhur.
Pakaian Adat Suku Dani
Pakaian adat dari masyarakat Dani adalah koteka atau holim. Koteka berfungsi menutupi alat vital. Koteka untuk kaum pria di suku ini terbuat dari labu China atau kalabasah berbentuk runcing.
Pemakaian koteka juga memiliki makna yang berbeda. Jika koteka dikenakan secara tegak lurus berarti pemakainya adalah pria yang masih perjaka. Koteka yang dikenakan miring ke kanan artinya si pemakai memiliki status sosial yang tinggi atau bangsawan.
Kaum pria Suku Dani hanya menggunakan koteka tanpa baju dan alas kaki. Mereka juga menggunakan aksesoris berupa bulu burung di bagian kepalanya. Koteka yang digunakan oleh setiap pria juga memiliki ukuran yang berbeda-beda.
Seperti kepala suku yang memiliki ukuran koteka yang lebih besar dan panjang. Hal itu menandakan bahwa dirinya merupakan pria berwibawa dan terpandang di masyarakat.
Rumah Adat Suku Dani
Suku Dani membangun rumah dari kayu dengan atap berbentuk kerucut yang disebut rumah honai. Dilansir dari Rumah Adat di Indonesia karya D.C. Tyas, atap rumah honai terbuat dari jerami atau ilalang. Tumpukan jerami atau ilalang di atap tersebut bisa mencapai 2,5 meter.
Rumah honai terbagi dalam tiiga macam, yaitu untuk laki-laki atau disebut honai, untuk wanita yang disebut ebei, dan kandang babi yang disebut wamai. Rumah honai biasanya dihuni oleh lima sampai sepuluh orang.
Rumah honai pada umumnya terbagi atas dua tingkat. Kedua lantai tersebut dihubungkan dengan tangga dari bambu. Suku Dani membuat perapian di dasar lantai rumah untuk penerangan. Mereka membuat tungku dengan menggali tanah di dasar rumah.
Tradisi Aneh Suku Dani
Tradisi yang dijalankan Suku Dani pun tergolong beragam bahkan ada pula yang ekstrem. Ketika ada kerabat yang meninggal, proses mumifikasi dilakukan. Mayat diawetkan tanpa dibalut dan disimpan dalam gua. Usia mumi yang paling tua bisa mencapai 300 tahun.
Tradisi ekstrem lainnya adalah potong jari, yang biasa dilakukan ketika sedang mengalami kedukaan. Masyarakat Suku Dani tidak terbiasa menangis untuk mengekspresikan perasaan saat sanak keluarga meninggal dunia.
Mereka melaksanakan potong jari sebagai tanda kesedihan dan kehilangan yang amat mendalam. Hal ini dilakukan Suku Dani karena mereka menganggap jari sebagai simbol keluarga dan kekerabatan.
Nah, segitu dulu ya seputar informasi terkait pengenalan Suku Dani, penghuni pulau Papua yang punya tradisi potong jari. Semoga bermanfaat!