Mengenal Suku Baduy dari Provinsi Banten

Suku Baduy adalah sekelompok etnis yang hidup di Pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.

Suku ini terdiri dari dua, yaitu suku Baduy dalam dan suku Baduy luar. Perbedaan mendasar terlihat dari cara mereka melaksanakan aturan adat. Suku ini masih memegang teguh adat dan menajalan aturan dengan baik.

Sementara suku baduy luar sudah terkontaminasi dengan budaya dari luar. Seperti menggunakan barang elektronik dan sudah bisa menerika tamu dari luar negeri dan mengizinkan mereka untuk menginap.

Mengenal Suku Baduy

Asal muasal nama suku baduy adalah pemberian dari para peneliti Belanda yang mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat berpindah-pindah (nomaden).

Kemungkinan asal sebutan ini karena suku Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut.

Selain itu, suku Baduy juga dikenal dengan Urang Kanekes atau Orang sekelompok etnis masyarakat dari adat suku Banten yang ada di wilayah Kabupaten Lebak, Banten.

Populasi Urang Kanekes diperkirakan berjumlah 26.000 orang dan mereka salah satu suku yang mengisolasi diri dari dunia luar.

Sehingga mereka lebih nyaman menyebut dirinya sebagai Urang Kanekes atau “Orang Kanekes” dengan sesuai nama wilayah mereka seperti Urang Cibeo.

Suku Baduy Luar dan Baduy Dalam

Seperti telah disebutkan di atas, Suku Baduy terdiri dari 2 macam, yaitu suku Baduy Luar dan Suku Baduy Dalam. Secara penampilan, suku ini memakai baju dan ikat kepala serba putih. Sedangkan, suku Baduy luar memakai pakaian hitam dan ikat kepala berwarna biru.

Jika dilihat dari jumlah penduduknya, masyarakat Baduy memiliki pendamping kelompok besar berjumlah ribuan orang yang menempati puluhan kampung wisata di bagian utara Kanekes seperti daerah Kaduketuk, Cikaju, Gajeboh, Kadukolot dan Cisagu.

Dan sementara di bagian selatan terletak dalam sebuah pedalaman hutan yang ditempati masyarakat Baduy dalam atau urang Dangka yang hanya berpenduduk ratusan jiwa yang tersebar di tiga daerah, yaitu kampong Cibeo, Cikeucik, dan Cikartawana.

Sampai saat ini, masyarakat Bduy Dalam masih memegang kuat konsep Pikukuh (aturan adat yang mengenai keapaadaan) secara mutlak dalam kesehariannya banyak pantangan yang masih sangat ketat diberlakukan.

Hal ini berbeda dengan cara hidup masyarakat Baduy luar yang secara garis besar sedikit terkontaminasi oleh pengaruh budaya modern.

Masyarakat ini juga mengenali teknologi berupa alat-alat elektronik, walaupun sesuai degan pantangan adat yang berlaku sama sekali dan bahkan menolak untuk menggunakan listrik. Namun, sampai saat ini, masyarakat Baduy tidak menggunaan alat transportasi apapun untuk bepergian.

Mereka juga memilih untuk tidak menggunakan alas kaki, tidak bepergian selama lebih dari 7 hari ke luar daerah baduy, membangun segala kebutuhan seperti rumah, jembatan, dengan bantuan alam, untuk memanfaatkan alam serta memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan menenun atau bercocok tanam.

Demikianlah informasi tentang Suku Baduy dalam dan suku Baduy luar. Semoga artikel ini membantu Anda lebih mengenal bagaimana kehidupan suku yang berada di Kabupaten Banten ini.