Suku Aceh
Sejarah Suku Aceh
Wilayah Aceh pertama kali dihuni manusia pada masa pasca Plestosen. Nenek moyang suku ini bermukim di pantai timur Aceh yang saat ini menjadi kota Langsa dan Tamiang
Nenek moyang suku Aceh bertahan hidup dari hasil laut, mulai dari nelayan ikan hingga mencari kerang. Selain itu ada juga yang pergi ke hutan untuk berburu badak dan babi.
Selain berasal dari nenek moyang, suku ini juga ada akibat perpindahan suku-suku Melayu tua (Proto Melayu) yaitu suku Mantir dan Lhan.
Ada juga beberapa suku Melayu Muda (Deutro Melayu) yaitu Champa, Melayu, dan Minang. Suku dari Melayu Muda memiliki peran besar dalam membentuk pribumi Aceh
Suku Aceh dikenal sebagai kelompok yang berpegang utuh pada ajaran Agama Islam. Suku ini memiliki sejarah yang sangat panjang, dimana budayanya mengalamai masa kejayaan pada abad ke-16 hingga Kerajaan Islam Aceh Darussalam di abad ke-17.
Bahasa Aceh
Aceh memiliki ragam bahasa yang dituturkan oleh masyarakatnya. Bahasa Aceh-Chamik yang memilliki kemiripan dengan bahasa Roglai, Cham, Rhade, Chru, Jarai, Utset dan bahasa lainnya yang di rumpun pada bahasa Chamik. Bahasa ini juga dituturkan di Haianan, Kamboja dan Vietnam.
Dalam bahasa ini juga terdapat beberapa kata pinjaman dari bahasa Mon-Khmer yang memungkinkan nenek moyang suku Aceh berasal dari Thailand Selatan dan semenanjung Melayu hingga akhirnya pindah ke Sumatera.
Selain itu, kata-kata bahasa Aceh juga diperkaya dengan kata-kata serapan dari bahasa Sansekerta dan bahasa Arab. Bahasa Melayu dan Minangkabau juga banyak diserap dalam bahasa Aceh
Kepercayaan Suku Aceh
Sebagian besar masyarakat aceh memeluk agama Hindu sebelum Islam masuk ke Aceh. Karena letaknya yang strategis, Aceh menjadi tempat persinggahan bagi para pedagang timur tengah kemudian mendapat pengaruh islam. Perlahan-lahan, agama Islam pun masuk ke Aceh dan sejak itu Aceh menjadi wilayah di Indonesia menganut syariat Islam hingga saat ini
Rumah Adat Suku Aceh
Rumah tradisional Aceh bernama Krong Bade. Rumah adat ini memiliki desain dan struktur rumah panggung.
Tinggi Krong Bade ini biasanya sekitar 2,5 hingga 3 meter dari permukaan tanah.
Bangunan ini sengaja dibuat tinggi agar menghindari serangan hewan buas dan juga bencana alam seperti banjir dan gempa bumi.
Sebagian besar material atau bahan yang digunakan untuk membuat Krong Bade ini adalah kayu, mulai dari atap, lantai, dan beberapa ornamen lainnya. Khusus untuk atap, dibuat dari daun enau yang disatukan kemudian dianyam.
Bagian kolong rumah digunakan untuk menyimpan bahan persediaan makanan. Bagian atas untuk menerima tamu, musyawarah dan tempat beristirahat pemilik rumah.
Pakaian Adat Suku Aceh
Pakaian adat pria Aceh dinamakan Meukasah untuk atasan dan untuk celana dinamakan Cekak Musang. Pakaian tradisional wanita Aceh adalah baju kurung berlengan panjang dengan bawahan celana Cekak Musang.
Pakaian adat yang dikenakan suku Aceh tersinspirasi dari desain baju adat Melayu. Pakaian adat hanya dikenakan pada acara-acara tertentu, seperti upacara adat, pernikahan dan lain-lain.
Pakaian adat ini sangat sesuai dengan syariat Islam yang dianut oleh Masyarakat Aceh. Para wanita suku Aceh juga mengenakan kerudung untuk melengkapi penampilan mereka.
Senjata Tradisional Suku Aceh
Senjata tradisional khas Aceh ini adalah Rencong. Senjata ini merupakan senjata Kesultanan Aceh dan bentuknya mirip seperti Keris.
Senjata ini memiliki banyak jenis diantaranya yaitu Rencong Meucugek, Rencong Pudoi, Rencong Meupucok, dan Rencong Meukuree.
Tarian Tradisional Suku Aceh
Tari tradisional asli suku dari Aceh biasanya adalah perwujudan dari warisan adat nenek moyang, cerita rakyat setempat, serta memuat unsur agama yang dianut.
Beberapa tarian Aceh yang populer adalah Tari Seudati, Tari Likok Pulo, Tari Laweut, Taru Pho, Tari Ratoh Diek, Tari Tarek Pukat, Tari Rabbani Wahed, Tari Ranup Iam Puan, dan lain sebagainya.