Suku Toraja
Suku Toraja adalah etnis yang pada umumnya tinggal di pegunungan bagian utara di Provinsi Sulawesi Selatan.
Sebagian dari masyarakat suku ini berada dan tersebar di kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara dan Kabupaten Mamasa, sisanya tersebar ke berbagai daerah di Indonesia.
Asal Kata Toraja
Toraja berasal dari kata Bugis yaitu "To Riaja", yang memiliki arti orang yang berdiam di negeri atas. Nama ini diresmikan sebagai nama suku pada tahun 1909 oleh pemerintah kolonial belanda.
Kepercayaan Suku Toraja
Sebelum abad ke-20, Suku ini menganut kepercayaan animisme dan sama sekali tidak tersentuh oleh dunia luar. Pada awal tahun 1900-an, misionari dari Belanda datang ke wilayah ini kemudian mengenalkan Agama Kristen.
Mayoritas masyarakat Toraja menganut Agama Kristen, sebagian lainnya menganut Agama Islam dan masih ada yang menganut Animisme Aluk To Dolo.
Sejarah Suku Toraja
Asal-usul nenek moyang suku ini adalah berasal dari teluk Tonkin yang terletak di antara Cina Selatan dan Vietnam. Awalnya nenek moyang suku ini mendiami wilayah pantai di Sulawesi sebelum akhirnya memutuskan berpindah ke dataran tinggi.
Belanda telah melakukan kegiatan perdangan dan memiliki kekuasaan politk di Sulawesi sejak abad ke-17. Namun selama 2 abad, kolonial tidak pernah memberi perhatian kepada wilayah yang ditempati oleh suku Toraja karena sulit dijangkau dan tidak banyak lahan produktif yang dapat diolah dan memberi keuntungan.
Pada akhir abad ke-19, agama Islam mulai menyebar di wilayah Sulawesi Selatan. Kolonial pun mulai khawatir dengan keadaaan tersebut. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk melakukan kristenisasi pada masyarakat toraja pada awal 1920.
Sejarah tersebut menjadi awal penyebaran suku Toraja. Pada tahun 1950 sekitar 10 persen masyarakat suku ini berpindah kepercayaan menjadi Kristen karena terjadi serangan oleh penduduk Muslim di dataran tengah Sulawesi. Mulai saat itu banyak masyarakat suku ini yang memutuskan untuk berpindah kepercayaan guna mendapatkan perlindungan politik dari Belanda.
Perang gerilya yang menguras tenaga selama 15 tahun tersebut menyebabkan lebih banyak orang Toraja berpindah dan memeluk Agama Kristen.
Keluarga Dalam Suku Toraja
Dalam tradisi suku Toraja, sebuah desa adalah satu keluarga besar. Mereka tinggal di rumah adat yang bernama Tongkonan, rumah ini akan memiliki nama yang kemudian akan dijadikan sebagai nama desa.
Sistem pernikahan dengan sepupu jauh adalah hal yang biasa dilakukan orang Toraja. Tujuan pernikahan ini adalah untuk mempererat hubungan kekerabatan.
Pernikahan dengan sepupu dekat hanya berlaku pada kaum bangsawan. Tujuan pernikahan ini adalah untuk menjaga garis keturunan mereka agar tetap berada di darah yang sama dan untuk menjaga agar harta mereka tidak tersebar kemana-mana.
Kelas Sosial Masyarakat Toraja
Masyarakat Toraja terbagi menjadi 3 bagian kelas yaitu, kaum bangsawan, rakyat biasa, dan budak. Kemudian sistem perbudakan dihapuskan pada tahun 1909 oleh belanda.
Hukum adat Toraja menerapkan kelas sosial yang diturunkan dari gadis ibu. Seorang laki-laki Toraja tidak boleh menikahi perempuan dari kelas sosial yang lebih rendah. Tetapi boleh menikahi perempuan kelas sosial yang lebih tinggi.
Hal ini bertujuan untuk menaikkan derajat sosial keturunan mereka. Hingga kini sistem kelas sosial yang membedakan masyarakat biasa dan kaum bangsawan masih digunakan untuk mempertahankan martabat keluarga.
Jumlah kekayaan orang Toraja dihitung dari jumlah kerbau yang dimiliki dalam satu keluarga. Kepala Kerbau yang diletakkan dibagian depan Tongkonan menjadi sebuah pertanda status sosial dan kekayaan seseorang.
Rumah Adat Suku Toraja
Rumah adat Toraja bernama Tongkonan. Rumah ini hanya ditinggali oleh kaum bangsawan dari Suku Toraja dan menjadi pusat kehidupan masyarakat toraja.
Rumah Tongkonan terbagi menjadi 3 jenis yaitu:
1. Rumah Tongkonan Batu, rumah yang ditinggali oleh keluarga bangsawan. Keluarga bangsawan yang dimaksud adalah orang yang tidak memiliki jabatan atau posisi dalam pemerintahan setempat.
2. Rumah Tongkonan Pekamberan, rumah yang dihuni oleh keluarga bangsawan yang memiliki wewenang tertentu dalam adat istiadat dan tradisi setempat.
3. Rumah Tongkongan Layuk, rumah tempat pemilik kekuasaan tertinggi dan digunakan sebagai pusat pemerintahan. Rumah ini digunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan pemerintahan bukan sebagai tempat tinggal.
Upacara Kematian Suku Toraja
Upacara ini lebih dikenal dengan sebutan Rambu Solo. Ritual ini hanya dilakukan oleh kaum bangsawan karena biayanya yang tergolong mahal.
Upacara ini akan dihadiri oleh ratusan orang dan dapat berlangsung sampai berhari-hari.
Upacara pemakaman tidak harus dilakukan segera setelah seseorang anggota keluarga meninggal dunia, namun bisa dilakukan setelah berminggu-minggu, bahkan hingga bertahun-tahun setelah kematian yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan agar biaya upacara adat pemakaman terkumpul, mengingat upacara ini membutuhkan biaya yang besar.
Tradisi Adu Kerbau
Masyarakat Toraja memiliki tradisi unik, yaitu Ma’ Pasilaga Tedng atau Tedong Silaga. Tradisi ini merupakan kegiatan adu kerbau yang telah dilakukan sejak zaman nenek moyang Suku Toraja dan terus dilestarikan hingga kini.
Acara adu kerbau diselenggarakan bersamaan dengan upacara Rambu Solo. Tradisi ini sangat menarik sehingga banyak wisatawan berkunjung ke Toraja untuk menyaksikannya. Kerbau-kerbau yang akan diadu akan diberi nama yang unik.