Suku Devayan

Suku Devayan adalah salah satu suku minoritas di provinsi Aceh yang mendiami Pulau Simeulue. Mereka mendiami kecamatan Teupah Barat, Simeulue Timur, Simeulue Tengah, Teupah Selatan dan Teluk Dalam.

Secara ras, suku Devayan berbeda dengan suku Aceh yang menjadi mayoritas penduduk di provinsi Aceh. Fisik suku Devayan mirip dengan suku Nias dan Mentawai yang bermukim di kepulauan Nias, Sumatra Utara. Ciri-ciri khas mereka memiliki kulit berwarna kuning dan mata agak sipit. Suku Devayan juga disebut termasuk dalam golongan ras mongoloid. Ciri-ciri tersebut dimiliki hampir semua penduduk yang bermukim di pulau dan kepulauan pesisir sebelah barat pulau Sumatra.

Asal Usul Suku Devayan

Asal usul suku Devayan diperkirakan dimulai sejak awal 7000 tahun yang lalu, saat perjalanan migrasinya yang melintas dari sebelah barat pulau Sumatra dan tersebar di pulau-pulau yang terdapat di sebelah barat pulau Sumatra. Mereka datang bersama dengan suku-suku yang berada di kepulauan pesisir sebelah barat pulau Sumatra, seperti suku Nias, Mentawai dan Enggano.

Mayoritas suku Devayan menganut agama Islam. Agama Islam berkembang sangat kuat di Pulau Simeulue, yang menjadi agama mayoritas seluruh penduduk di Pulau Simeulue.

Namun pada pertengahan abad 18 sebelum agama Islam masuk ke Kabupaten Simeulue, masyarakat yang mendiami pulau ini hidup dalam bentuk persekutuan-persekutuan yang dipimpin oleh kepala suku. Wilayah yang didiami oleh masyarakat disebut “bano” yaitu bano teupah, bano simolol, bano along, bano sigulai, dan bano leukon. Tiap kepala suku mempunyai otonomi sendiri dan tidak mempunyai hubungan dalam segi pemerintahan serta berjalan sendiri-sendiri.

Di Pulau Simeulue, suku Devayan hidup berdampingan dengan suku Haloban, suku Sigulai serta suku Lekon. Ada juga kelompok pendatang keturunan campuran Minangkabau dan Melayu yang sudah tinggal lama di Pulau Simeulue atau yang sering di sebut suku Aneuk Jamee.

Bahasa Suku Devayan

Suku Devayan mempunyai bahasa tersendiri yaitu bahasa Devayan. Bahasa itu disebut masih berkerabat dekat dengan bahasa Nias, dari segi dialek dan perbendaharaan kata yang banyak kemiripan. Namun bahasa Devayan berada dalam ancaman kepunahan, sebab generasi muda suku Devayan lebih senang berbicara menggunakan bahasa Aneuk Jamee yang menjadi bahasa pengantar di wilayah itu. Padahal bahasa Devayan sendiri hanya digunakan pada rumah-rumah atau di kalangan suku Devayan saja.

Tradisi dan Kesenian Suku Devayan

Secara umum kesenian yang ada pada masyarakat suku devayan sangat beragam diantaranya adalah selain seni Nanga-nanga ada juga nandong, buai, debus, dan kesenian Sikambang. Beberapa diantaranya memiliki kesamaan dengan kesenian diluar pulau Simeulue yaitu Minang, Melayu, Aceh dan pesisir Sumatra. Hal ini disebabkan faktor akulturasi budaya.

Beberapa jenis kesenian tradisional yang masih tetap dilestarikan sampai saat ini adalah :

1. Rafa’i Debus

2. Angguk

3. Nandong

4. Nanga-nanga

5. Galombang

Mata Pencaharian Suku Devayan

Suku Devayan rata-rata bermata pencaharian sebagai seorang nelayan, dan bercocok tanam pada ladang tanah kering. Mereka juga menanam tanaman keras seperti kelapa, ubi-ubian dan lain-lain. Disamping itu banyak juga dari masyarakat suku Devayan yang dapat bekerja di pemerintahan dan swasta, seperti guru dan pedagang.