Suku Gayo

Suku Gayo merupakan suku asli yang mendiami Provinsi Aceh. Suku ini tinggal di dataran tinggi Provinsi Aceh. Suku Gayo merupakan suku terbesar kedua yang mendiami pesisir di Aceh, setelah Suku Aceh di wilayah tersebut.

Sejarah Suku Gayo

Sejarah suku bangsa Gayo belum terungkap secara pasti. Belum ditemukan sumber sejarah yang bisa menjadi rujukan asal mula suku bangsa Gayo

Suku Gayo dijelaskan melalui sejarah lisan yang turun temurun yang bersumber dari turunan Raja Linge. Kerajaan Linge merupakan kerajaan kuno di Aceh yang terbentuk pada 1025 M (416 H) dengan raja pertama Adi Genali.

Mereka berhasil melarikan diri ke wilayah dataran tinggi di hulu sungai, kemudian kelompok ini masuk Islam dengan sendirinya. Kelompok ini diyakini menjadi cikal bakal dari suku Gayo.

Suku Gayo, Sub Suku, serta Tempat Tinggalnya

Subsuku dari suku Gayo bertempat tinggal di sejumlah tempat. Gayo Laut berada di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah. Subsuku ini tinggal di daerah Takengon, Linge, Bebesan, Pegasing, dan Bintang di Kabupaten Aceh Tengah.

Sementara Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Gayo tinggal di daerah Redelong, Pondok Baru, Wih Pesam, dan Timang Gajah. Gayo Lues tinggal di daerah Kabupaten Gayo Lues meliputi wilayah Blangkejeren, Rikit, Tenrangun, dan Kuta Panjang. Subsuku ini juga tinggal di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara. Sedangkan, Gayo Blang berada di kecamatan di Kabupaten Aceh Tamiang.

Faktor ekonomi merupakan faktor utama persebaran suku Gayo di sejumlah tempat. Mereka ingin mencari kehidupan yang lebih baik, karena sempitnya lahan pertanian, perkebunan, dan lain sebagainya. Mayoritas suku Gayo adalah bertani dengan menajadi petani kopi. Selain itu, mereka juga membuat kerajinan.

Bahasa Suku Gayo

Bahasa Gayo merupakan bagian dari bahasa Melayo-Polinesia serta bahasa yang dikelompokan dalam bagian Austronesia. Belum diketahui terkait periodesasi perkembangan bahasanya.

Namun, Bahasa Gayo telah ada sejak suku ini menempati daerah ini. Persebaran suku Gayo yang terkait faktor ekonomi mempengaruhi penamaan-penamaan suku Gayo, variasi dialek, dan kosakata.

Seperti, Gayo Lues untuk komunitas Gayo yang berada di beberapa kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara. Gayo Laut adalah orang Gayo yang di antaranya berada di Kabupaten Bener Meriah. Penamaan tersebut akan memfotokan daerah hunian yang didiami.

Namun hal ini tidak terjadi pada komunitas Gayo di Aceh Selatan, seperti Serba Jadi. Penamaan tersebut menunjuk ada satu kecamatan. Dalam sehari-hari, suku Gayo menggunakan bahasa Gayo yang berbeda dengan suku Aceh.

Agama Suku Gayo

Dalam karya ilmiah berjudul Konsep Nilai islam dalam Nilai Mukemel dana Sistem Suku Gayo karya Sofyan Abdi disebutakan masyarakat suku Gayo mayoritas beragama Islam.

Masyarakat Gayo sangat fanatik terhadap agama Islam sehingga, adat, budaya, dan sistem pendidikan semua berlandaskan agama Islam. Nilai mukemel merupakan nilai tertinggi dalam sistem budaya suku Gayo. Mukemel adalah rasa malu menurut ajaran dalam agama Islam.

Islam telah masuk ke bagian tradisi lokal, seperti pengobatan, dan perdukunan. Suku Gayo juga membentuk konsep pengetahuan metafisika dengan mengambil sumber dari ajaran Islam.

Rumah Adat Suku Gayo

Rumah adat suku Gayo umumnya memiliki lima sampai sembilan ruang. Keberadaan jumlah ruang diperkirakan menyesuaikan dengan jumlah keluarga. Satu ruangan dalam rumah biasanya ditempat oleh keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak.

Ruangan itu disebut Umah Rinung. Baca juga: Harga Kopi Gayo Naik, Ini Penyebabnya Suku Gayo juga memiliki Umah Belah Rang atau Umah Belah Bubung. Rumah ini hanya memiliki satu deret umah rinung dengan pintu yang menghadap ke serambi.

Umah Pitu Ruang adalah rumah Gayo dengan tujuh buah ruangan di dalamnya. Rumah ini memiliki enam buah umah rinung dan satu serambi. Rumah suku Gayo berbentuk bangunan yang memandang dari arah timur ke barat. Secara umum, rumah adat suku Gayo berbentuk panggung.